Selamat Datang di Website Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta!     

Diterbitkan 04 Apr 2011

Lagi, Ditemukan Gajah Mati Tak Wajar di Riau

Gajah_SumateraPekanbaru - Baru sepekan yang lalu seekor gajah induk ditemukan tewas tak wajar. Kini kembali seekor gajah betina remaja meregang nyawa secara tidak wajar. Ada dugaan termakan racun. Humas Balai Besar Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau M Zanir, mengungkapkan hal itu saat dihubungi detikcom, Sabtu (2/04/2011). Menurutnya, gajah betina yang usianya diperkirakan 20 tahun ini ditemukan tewas di areal perkebunan PT Dharmali Jaya Lestari (DJL) di Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kab Bengkalis, Riau. "Kematian gajah remaja ini jelas tidak wajar. Namun kita belum dapat memastikan penyebab kematiannya. Tapi bila melihat kondisinya bisa jadi bisa jadi karena sakit, namun tidak tertutup kemungkinan gajah ini mati karena termakan racun," kata Zanir. Untuk memastikan penyebab kematian gajah itu, lanjut Zanir, pagi ini tim dokter hewan BBKSDA Riau, tengah menuju lokasi untuk melakukan otopsi. Hasil otopsi nantinya akan dibawa di laboratorium di Bukit Tinggi Sumatera Barat. Mengingat kematian gajah ini benar-benar di lokasi perusahaan perkebunan sawit, kata Zanir, pihaknya akan memintai keterangan pihak perusahaan PT Dharmali. "Dalam hal ini kita bukan bermaksud menuduh pihak perusahaan. Namun kita sebatas untuk memintai keterangan terkait kematian gajah ini di lokasi perkebunan mereka," kata Zanir. Pihaknya mengharapkan, agar masyarakat dapat menjaga kelestarian satwa yabg dilindungi itu. Masyarakat diharapkan untuk tidak membunuh gajah dengan cara apa pun. "Kita sangat menyayangkan atas kematian gajah ini. Masyarakat kita harapkan dalan menangani gajah untuk tidak bertindak sendiri. Sebaiknya selalu berkoordinasi dengan pihak terkait," harap Zanir. Sementara itu, sepekan yang lalu seekor induk gajah juga ditemukan tewas masih di kecamatan yang sama. Menurut Zanir, hasil otopsi sementar, kematian induk gajah itu karena mengalami sakit pada bagian tenggorokannya. "Tapi penyebab tenggorokan itu sakit, sample otopsi masih diteliti lebih dalam di Lab Bukit Tinggi," kata Zanir. Sumber : http://www.detiknews.com

Baca Selengkapnya

Diterbitkan 18 Feb 2011

SPORC, PPNS Kehutanan dan Polisi Tangkap Pemilik Galeri Pedagang Tumbuhan dan Satwa Liar

Operasi gabungan SPORC Brigade Elang, PPNS Kehutanan, dan Polri yang dilakukan pada Rabu, 9 Pebruari 2011 di wilayah DKI Jakarta berhasil mengamankan AKM, pemilik IGF galeri, serta barang bukti tumbuhan dan satwa liar. Berita selengkapnya silakan ikuti link berikut: http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/7024

Baca Selengkapnya

Diterbitkan 12 Jun 2010

Walikota Bekasi Serahkan Satwa Dilindungi

Walikota Bekasi H. Mochtar Mohamad menyerahkan satwa dilindungi Undang-undang kepada Kementrian Kehutanan dalam kesempatan acara penanaman pohon di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi.

Penyerahan satwa dilakukan secara simbolis berupa satu ekor anak Siamang (Symphalangus syndactylus), diterima oleh Dirjen PHKA Ir.Darori, MM dan Dirjen RLPS Ir. Indriastuti, MM mewakili Menteri Kehutanan.

Sedianya, acara penanaman pagar hijau di TPST Bantar Gebang, Bekasi yang diselenggarakan oleh LSM Akar Hijau Lingkungan Indonesia (AHLI) dan Indo Green Roots (IGR) dihadiri oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, namun beberapa saat sebelum dimulai panitia acara mengabarkan bahwa Menhut dipanggil Mensesneg Hatta Radjasa, sehingga tidak dapat menghadiri acara tersebut.

Dalam acara tersebut hadir beberapa pejabat antara lain dari Kementrian Kehutanan (Kepala Badan Litbang, Staf Ahli Menteri, Kapusbinluh, Kepala BKSDA DKI), wakil Kementrian Lingkungan Hidup, wakil Gubernur Jawa Barat dan para Pejabat lingkup Pemkot Bekasi.

Satwa yang diserahkan semuanya berjumlah 3 ekor, yaitu 1 ekor Siamang (symphalangus syndactylus), 1 ekor Kakatua Besar Jambul Kuning (Cacatua galerta) dan 1 ekor Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius).

Satwa-satwa tersebut dipelihara di halaman rumah dinas yang berada satu komplek dengan Kantor Walikota Bekasi di Jalan Jenderal Sudirman.

Selanjutnya oleh tim BKSDA DKI Jakarta dan  Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tegal Alur, satwa-satwa yang diserahkan dievakuasi ke PPS Tegal Alur untuk dirawat dan direhabilitasi sebelum selanjutnya ditransfer ke pusat rehabilitasi untuk direhabilitasi dan dilepasliarkan (dikembalikan) ke habitat alam.

Baca Selengkapnya

Diterbitkan 13 Sep 2009

Polisi Ungkap Jaringan Perdagangan Kulit Harimau

harimau-sumatera050709-1 Polisi optimistis dalam waktu dekat bisa mengungkap seluruh jaringan kasus pencurian dan perdagangan ilegal kulit harimau Sumatera yang terjadi di Jambi pada 22 Agustus 2009. Kapolda Jambi Brigjen Pol Budi Gunawan di Jambi, Sabtu mengaku optimistis aparatnya polisi bisa mengungkap sindikat dan jaringan perdagangan kulit harimau Sumatera (panthera tigris Sumaterae). Dengan peralatan yang cukup canggih saat ini mudah-mudahan dalam waktu dekat sindikat perdagangan kulit harimau tersebut bisa diungkap dan para pelakunya ditangkap untuk diproses secara hukum. Berdasarkan keterangan dari satu tersangka utama pembunuh harimau betina bernama Shela di Kebun Binatang Taman Rimba Kota Jambi, yakni Samsuddin alias Udin Bolu (27), polisi akan mengungkap pelaku lainnya termasuk sindikat perdagangan kulit harimau tersebut. Untuk sementara polisi sudah melacak pelaku pemesanan kulit harimau di kota Palembang, Sumatra Selatan bekerja sama dengan pihak kepolisian setempat. "Kini kasus tersebut masih terus dikembangkan kepolisian setempat," tegas Budi Gunawan. Aksi yang dilakukan Udin dengan cara membunuh binatang buas tersebut di dalam kandang kebun binatang lalu dikulitinya dan kulit langsung dibawa untuk dijual ke Palembang. Dalam melakukan aksi nekat tersebut, Udin hanya sebagai eksekutor membunuh dan mencuri harimau yang ada di kandang KB Taman Rimba Kota Jambi dengan bayaran Rp18 juta. Sementara itu Kapoltabes Bobyanto r Addoe beberapa waktu lalu mengatakan, dalam kasus ini polisi sudah mengungkap tiga tersangka dan hanya satu tersangka yang ditangkap, sedangkan dua tersangka lainnya sedang diburu. Kedua tersangka yang menjadi buronan polisi dalam kasus pelanggaran hukum perdagangan satwa dilindungi tersebut berinisial I yang merupakan kakak tersangka Udin dan tersangka lainnya M, semuanya warga Palembang, Sumatra Selatan. Terungkapnya kasus ini dimulai dari adanya pembelian ayam potong dan racun di salah satu toko di pasar Jambi, kemudian ditangkap tersangka Samsuddin alias Udin pada Jumat 28 Agustus 2009 di kediamannya di kawasan Sungai Maram, Kota Jambi. Setelah dikembangkan kasusnya, terungkap pula dua tersangka lainnya yakni I dan M yang kini sedang diburu polisi karena memerintahkan tersangka Udin untuk melakukan aksinya. Tersangka melakukan aksinya pada Sabtu, 22 Agustus 2009 pukul 22:00 WIB dengan datang menggunakan sepeda motor dan membawa umpan ayam potong yang sudah diberi rarun. Setelah memberikan makan harimau tersangka Udin kembali datang ke kebun binatang tersebut pada Minggu dinihari pukul 02:00 WIB dan langsung membunuh harimau bernama Shela dengan senjata tajam. Kemudian barang bukti berupa kulit, daging dan tulang harimau tersebut dibawa ke Palembang untuk dijual ke pemesan yang kini sedang diungkap kasusnya. Sumber: ANTARA

Baca Selengkapnya

Diterbitkan 02 Sep 2009

Prof Dr Otto Soemarwoto (1926-2008)

otto_soemarwotoGuru besar emeritus Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, ini seorang tokoh yang pro lingkungan hidup dan pro Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Doktor dalam Plant Physiology, Universitas California, Berkeley, AS, kelahiran Purwokerto, Jawa Tengah, 19 Februari 1926, ini meninggal dunia dalam usia 82 tahun Selasa 1 April 2008 di Bandung. Kendati dia sudah berusia 82 tahun kepergian pakar lingkungan hidup, ini masih mengejutkan banyak pihak. Sebab selama ini ia dikenal sebagai sosok yang bugar dan sehat. Menurut Gatot P Soemarwoto (50), putra tertuanya, dia menderita lever kronis yang baru teridentifikasi tiga bulan sebelum meninggal. Otto meninggal di Rumah Sakit Santosa Internasional Bandung setelah dirawat 10 hari. Dia meninggalkan istri, Ny Idjah Natadipradja (82), serta tiga anak, Gatot P Soemarwoto (50), Rini Susetyawati (47), dan Bambang Irawan (44). Jenazah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Sirnaraga, Bandung, Selasa 1 April 2008 pukul 11.30. Sebelum dimakamkan, jenazahnya disemayamkan di rumahnya di Jalan Cimandiri 16 Bandung. Sangat banyak pelayat, baik kerabat maupun koleganya, mulai dari kalangan perguruan tinggi, aktivis lingkungan, hingga pejabat pemerintah. *** Guru besar emeritus Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, ini seorang tokoh yang pro lingkungan hidup dan pro Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Doktor dalam Plant Physiology, Universitas California, Berkeley, AS, kelahiran Purwokerto, Jawa Tengah, 19 Februari 1926, ini mengatakan setiap proyek harus bertujuan untuk memperkuat NKRI dan lingkungan hidup. Prof Dr Otto Soemarwoto yang dikenal rendah hati dan sederhana, itu mengatakan selama ini banyak kegiatan pembangunan yang mengabaikannya. Dia memberi contoh, pembangunan transportasi yang lebih banyak diarahkan pada transportasi darat. Padahal Indonesia adalah negara kelautan. Akibatnya, laut belum menjadi penghubung, melainkan pemisah. Menurut suami dari Idjah Natadipraja MA dan ayah dari Gatot Soemarwoto, Rini Soemarwoto dan Bambang Soemarwoto, itu pembangunan juga masih bersifat Jawa-sentris sehingga menimbulkan iri hati dan berujung kehendak untuk memisahkan diri. Menurutnya, sekitar 80 persen pembangunan jalan tol ada di Pulau Jawa. "Ini jelas tidak pro-NKRI,” tegas Otto Soemarwoto. Dari sejak muda dia sudah punya komitmen tentang pelestarian lingkungan hidup dan memperkuat NKRI. Pria yang masih tampak bugar pada usia delapan puluhan tahun ini menjalani hidup apa adanya bagaikan air mengalir. Dia hidup bersahaja. Terlihat antara lain dari kegemarannya mengendaeai sepeda ontel pada masa dia mengajar di Unpad dulu. Dia mengayuh sepeda dari Jalan Cimandiri menuju Kampus Unpad di Jalan Dipati Ukur, Bandung, dan begitu sebaliknya. Kebiasaan naik sepeda itu sudah dilakoninya sejak kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. ”Dulu naik sepeda dari Blunyah hingga Mangkubumen, ya sekitar lima kilometerlah. Tapi dulu kan sambil pacaran, jadi asyik aja ha-ha,” ujar Otto mengenang masa lalunya, sebagaimana ditulis Kompas 26 Februari 2006. Sekarang, ia tidak berani lagi menyusuri jalanan Kota Bandung dengan sepedanya. ”Saya sudah tua. Ngeri melihat lalu lintasnya,” kata Otto. Meski dia masih membiasakan diri berjalan kaki untuk jarak yang tidak terlalu jauh. Menurutnya, ”Itu salah satu upaya untuk mengurangi polusi.” **** Otto Soemarwoto menyelesaikan pendidikan Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar) di Temanggung (1941) dan MULO di Yogyakarta (1944). Anak keenam dari 13 bersaudara pegawai DPU zaman Belanda, yang bercita-cita jadi ahli pertanian, ini sempat nyasar menjadi pelaut, hanya karena senang melihat kaapal. Dia memasuki Sekolah Tinggi Pelayaran di Cilacap (1944). Lalu dia sempat menjadi Mualim Kapal Kayu (1944-1945). Namun cita-citanya menjadi ahli pertanian tak pernah padam. Maka selepas menamatkan SMA di Yogyakarta (1947), dia mendaftar di Fakultas Pertanian Klaten. Namun, tiba-tiba, Belanda datang menyerbu, Otto bergabung ke TRIP (1948-1949). Setelah situasi tenang, tahun 1949 dia kuliah di Fakultas Pertanian UGM, dan lulus dengan cum laude (1954). Kemudian dia pun sempat mengajar di almamaternya. Sebelumnya, 1952, dia sudah menjadi Asisten Botani Fakultas Pertanian UGM. Setelah lulus sebagai insinyur pertanian dari UGM, dia menjabat Asisten Ahli FP UGM (1955). Kemudian setelah meraih gelar Doktor filosofi tanaman (Plant Physiology) dari Universitas California, Berkeley, AS dengan disertasi: "The Relation of High Energy Phospate to Ion Absorption by Excised Barley Roots" (1960), dia pulang ke tanah air, kembali ke UGM. Kala itu, dalam usia relatif muda, 34 tahun, dia diangkat menjadi guru besar (termuda) di UGM. Dia Guru Besar Ilmu Bercocok Tanam, Fakultas Pertanian & Kehutanan UGM (sejak 1960). Saat kuliah di Universitas California, Berkeley, AS, itu pula, Otto berkenalan dengan Idjah Natadipradja yang kemudian dinikahinya tahun 1956 dan dan dikaruniai tiga anak. Perihal nama depannya, Otto, juga muncul ketika dia kuliah di Amerika. Kala itu banyak orang bertanya mengapa dia hanya punya nama keluarga, Soemarwoto. Akhirnya, daripada repot-repot menjelaskan ditambahlah namanya menjadi Otto Soemarwoto. Namun setelah pulang ke Bandung, dengan memakai nama Otto itu, banyak orang menyangka dia orang Sunda. Walaupun bagi Otto, kesukuan adalah cerita lama. Namun dia selalu merasa beruntung beristerikan Idjah Natadipraja, puteri Sunda. Paduan Jawa-Sunda membuat meja makan nyaris selalu lengkap dengan tahu tempe dan sayuran. Setelah beberapa tahun mengajar di UGM, kemudian, Otto dipercaya menjadi Direktur Lembaga Biologi Nasional (LBN) di Bogor (1964-1972). Di sini dia mendalami biologi, terutama biologi molekuler -- bidang yang memerlukan peralatan rumit dan mahal. Saat mendalami biologi ini, dia makin tertarik pada ekologi lingkungan, kendati masih terbatas pada ekologi tumbuh-tumbuhan. Pada saat bersamaan, dia juga menjabat Direktur SEAMEO (South East Asia Ministers of Education Organization) dan Biotrop Bogor (1968-1972). Lalu, sejak 1972, dia aktif sebagai Guru Besar Tata Guna Biologi Unpad. Selain itu, dia juga menjabat Direktur Lembaga Ekologi Unpad (1972). Lembaga ini didirikannya sejak 23 September 1972 dengan berbagai keterbatasannya, baik anggaran maupun tenaga. Semula, hanya dikelola tiga orang, termasuk Idjah Natadipradja, isterinya sendiri. Peralatan pun hanya pensil, kertas, dan mistar. Sampai akhirnya menjadi Lembaga Ekologi yang patut dibanggakan oleh Unpad. Lembaga ini begitu populer dengan banyaknya masalah yang diolah, serta banyak cerita yang dipublikasikan. Lembaga Ekologi Unpad ini kemudia berubah nama menjadi Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL). Otto juga menjabat sebagai kepala. Dia mengabdi di lembaga penelitian itu lebih dari 20 tahun. Lembaga ini bahkan sempat sebagai salah satu pelaksanaan resolusi Konferensi Stockolm. Sejak memimpin lembaga itu, Otto dikenal sebagai seorang ahli yang sering melontarkan pernyataan kontroversial. Sampai-sampai dia diumpamakan sebagai tokoh wayang, Bratasena. Salah satu contoh, ketika kemacetan kawasan Puncak, Bogor, diributkan, dengan santainya ia mengatakan,"Biar saja Puncak macet, tidak usah dibenahi. Lama-lama orang kan bosan ke sana." Selain itu, pada 1993, diluar dugaan banyak temannya, Otto bergabung dengan Business Council for Sustainable Development yang diketuai Bob Hasan, tokoh bisnis yang dikenal kontroversial dan sangat dekat dengan penguasa Orde Baru. Otto sadar bisa dituduh jual diri dengan menerima jabatan direktur eksekutif di lembaga yang melibatkan Bob Hasan itu. Tapi, Otto punya alasan, bukanlah soal ekonomi. Saat itu, ia melihat ada usaha dari pengusaha ke arah yang baik. Masalah lingkungan juga menciptakan bisnis baru, seperti teknologi pengolahan limbah, teknologi pengurangan asap dan bau. Pada 1980, Otto juga berkesempatan sebagai Guru Besar Tamu di Universitas California, Berkeley, AS. Selain itu, Otto juga aktif sebagai anggota Board of Directors, International Institute for Environment and Development, New York dan London (1971-1978). Juga anggota Executive Board, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, Swiss (1972-1976) dan anggota Dewan Redaksi Journal of Environmental Conservation Zurich, Swiss. Anggota Dewan Redaksi Journal of Agriculture and Environment, Den Haag, Nederland (1974) dan anggota Commission on Ecology, Swiss (1980). Ketika pensiun 1 Maret 1999, dengan jabatan terakhir Kepala Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Unpad, Otto mewariskan delapan doktor dan sejumlah master. Dia digantikan oleh Dr Nani Djuangsih. Saat pensiun itu, Otto menerima "hadiah mewah" dari rekan-rekannya berupa seminar besar yang dihadiri 400 undangan. Sampai-sampai Menteri Lingkungan Hidup kala itu, Emil Salim berujar: "Saya kagum dengan cara pensiun Pak Otto, yang dilengkapi seminar, diberitakan di koran. Ini bukti bahwa Otto tidak sendirian dalam mengembangkan karir dan ilmunya." Kepakarannya tentang lingkungan tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Tertbukti, 1993, Otto memperoleh gelar doktor honoris causa dari Wageningen Agricultural University, Belanda, karena dinilai berjasa mengembangkan konsep pekarangan dan pemikiran tentang kaitan hutan dan lingkungan. Kala itu, Otto mengingatkan pemilik hutan tropik dan nontropik, bahwa penyusutan hutan tropik hanya 0,5 juta kilometer persegi, sedangkan hutan nontropik sudah menyusut 6,5 juta kilometer persegi. Setelah pensiun, bukannya Otto berhenti dari aktivitas keilmuannya. Ia terus mengajar di Unpad, UI dan UGM, pembicara di berbagai seminar dan diskusi. Bahkan pada perayaan ulang tahun kelahirannya yang ke-80, Otto didaulat menyampaikan ceramah umum yang dihadiri sejumlah tokoh dan sivitas akademika Universitas Padjajaran. Bahkan setelah pensiun , Otto masih saja rajin membaca dan menulis. Karya tulisnya yang terakhir adalah Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yogyakarta, UGM Press (2001). Sebelumnya, dia telah meluncurkan berbagai buku dan karya tulis, di antaranya: The Alang-Alang Problem in Indonesia, paper, the Tenth Pacific Science Congress, Honolulu, AS, 1961; Problems of High School Biology Teaching in Indonesia, Kadarsan Sampoerno & O. Soemarwoto, IUCN Publications, 1968; Ecological Aspects of Development, Elsevier Publishing Co., Amsterdam; Prinsip Sistim Penafsiran Pengaruh Lingkungan, Bandung, Lembaga Ekologi Unpad (1974); Environmental Education and Research in Indonesian Universities, Singapore, Maruzen Asia; Jaring-Jaring Kehidupan Mengenai Amdal, Indrapress, 1981; Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta, Djambatan (1983); dan Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama (1991). Atas berbagai pengabdiannya, Otto telah menerima Bintang Mahaputra Utama (1981), Satyalencana Kelas I (1982), dan Order of the Golden Ark dari Negeri Belanda. HUT Ke-80 Dalam rangka HUT ke-80 Prof. (Em) Otto Soemarwoto, PhD, Unpad mendaulatnya memberikan ceramah umum bertema: “Pembangunan Berkelanjutan : Antara Konsep dan Realita” di Aula Unpad, Bandung , 20 Februari 2006 pkl. 10.00 WIB. Undangan yang hadir, antara lain Ir. Rachmat Witoelar, Menteri Negara Lingkungan Hidup RI beserta Ibu Erna Witoelar (Duta Besar Khusus PBB untuk Millenium Development Goals/Kawasan Aisa Pasifik) dan para Deputi di Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Juga hadir Walikota Bandung dan Walikota Cimahi, para Pimpinan Universitas, Fakultas dan Lembaga Unpad, para Anggota Dewan Penyantun dan para Guru Besar Unpad, serta para Pimpinan dan Peneliti Lembaga Ekologi/PPSDAL Unpad. Rektor Unpad Prof. H. A. Himendra Wargahadibrata, atas nama civitas akademika Unpad, dalam pidato sambutannya mengatakan peringatan HUT yang diisi dengan ceramah umum bagi para tokoh yang berjasa bagi pengembangan ilmu pengetahuan, merupakan apresiasi sebagai penghormatan atas jasa/pengabdian para tokoh yang mudah-mudahan dapat menjadi suri tauladan bagi kita semua. Rektor Unpad mengatakan bahwa Prof. Otto telah dikenal sebagai tokoh nasional dan internasional dibidang lingkungan hidup. Banyak karya dan buah pemikiran Prof. Otto yang telah disumbangkan baik untuk kepentingan Unpad maupun nasional. Di Unpad, khususnya, beliau adalah perintis/pendiri Lembaga Ekologi Unpad yang kini menjadi Pusat penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) yaitu lembaga pertama di lingkungan pendidikan tinggi di Indonesia yang memfokuskan diri pada isu-isu lingkungan hidup. Prof. Otto merupakan tokoh yang melahirkan Pola Ilmiah Pokok Unpad yaitu Bina Mulia Hukum dan Lingkungan Hidup. Hingga saat ini maupun masa yang akan datang PIP Unpad dipandang masih relevan dalam mendorong kemajuan Unpad dalam mendukung pembangunan nasional. Bidang Ilmu Lingkungan Hidup harus terus dikembangkan dan dilanjutkan oleh para penerusnya. Saya melihat, pendekatan Multidisclipinary Sciences berbasis ilmu Lingkungan Hidup harus dikembangkan, seperti : Komunikasi Lingkungan, Psikologi Lingkungan dan aspek keilmuan lainnya. Salah satu yang menonjol serta telah menjadi isu internasional dalam persoalan lingkungan hidup yang berhubungan dengan bidang ilmu lainnya baik Ilmu Sosial maupun Ilmu-ilmu Eksakta adalah masalah Development of Traditional & Indigenous Knowledge dan Education for Sustainable Development. Permasalahan ini selayaknya terus diperhatikan secara cermat untuk dikaji dan dikembangkan lebih dalam khususnya oleh Lembaga Ekologi/PPSDAL Unpad. Hal tersebut merupakan bagian penting dalam memenuhi tuntutan persoalan yang terus berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sebagai insan akademik kita turut memberikan kontribusi bagi bangsa dan masyarakat sesuai spirit dan nilai-nilai Tri Dharma Perguruan tinggi. Ceramah Umum yang disampaikan oleh Prof. Otto, kata Himendra, merupakan bukti bahwa diusianya yang telah lanjut, beliau tetap produktif dan tetap mempunyai semangat tinggi untuk menyumbangkan pemikirannya bagi kita semua. Masalah Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) yang diangkat pada Ceramah Umum ini merupakan tema yang sangat menarik untuk dibahas, mengingat kompleksitas permasalahannya ditengah-tengah krisis bangsa yang multidimensi. Pembangunan berkelanjutan harus dihadapi dan disikapi secara arif dan bijaksana, konsisten, menjunjung tinggi aspek hukum, sosial, dan kemanusiaan, serta melibatkan semua elemen pembangunan secara holistik/integratif. Diharapkan di masa yang akan datang, Unpad terus menunjukkan eksistensinya di bidang lingkungan hidup. Saat ini, saya merasa bangga telah lahir tokoh-tokoh muda Unpad yang konsisten dalam masalah lingkungan hidup seperti : Oekan Abdullah, Eri Megantara, Chay Asdhak, Tb, Benito A. Kurnani, Pampam Parikesit, dan Budi Gunawan. Saya yakin, kelak akan semakin banyak lagi tokoh muda yang akan menjadi penerus jejak Prof. Otto Soemarwoto. Saya juga berharap, dimasa yang akan datang Unpad dapat terus menunjukkan eksistensinya di bidang lingkungan hidup dengan mengembangkan pendekatan Multidisciplinary Sciences, bahkan hal tersebut dapat menjadi pionir lahirnya “Centre of Excellence” di Universitas Padjadjaran. Saya sangat menghormati sosok Prof. Otto, sebagai seorang akademisi yang diharapkan dapat dijadikan suri tauladan khususnya bagi para staf pengajar/peneliti. Sifat-sifat beliau yang tidak pernah takut untuk selalu bekerja keras, belajar sepanjang hayat (Lifelong Learning), Jujur, Konsisten, dan tetap sederhana (Low Profile) selayaknya menjadi tauladan generasi muda Unpad. ?e-ti/tsl Nama: Prof Dr Otto Soemarwoto Lahir: Purwokerto, Jawa Tengah, 19 Februari 1926 Meninggal: Bandung, 1 April 2008 Jabatan Terakhir: Guru Besar Emeritus Unpad, Bandung Agama: Islam Isteri: Idjah Natadipraja MA Anak: - Gatot Soemarwoto - Rini Soemarwoto - Banbang Soemarwoto Pendidikan: - SD, Temanggung (1941) - MULO, Yogyakarta (1944) - Sekolah Tinggi Pelayaran, Cilacap (1944) - SMA, Yogyakarta (1947) - Fakultas Pertanian UGM (1954) - Doktor dalam Plant Physiology, Universitas California, Berkeley, AS, Disertasi: "The Relation of High Energy Phospate to Ion Absorption by Excised Barley Roots," (1960) Karir: - Mualim Kapal Kayu (1944-1945) - TRIP (1948-1949) - Asisten Botani Fakultas Pertanian UGM (1952) - Asisten Ahli FP UGM (1955) - Guru Besar Ilmu Bercocok Tanam, Fakultas Pertanian & Kehutanan UGM (sejak 1960) - Direktur Lembaga Biologi Nasional di Bogor (1964-1972) - Direktur SEAMEO (South East Asia Ministers of Education Organization) dan Biotrop Bogor (1968-1972) - Guru Besar Tata Guna Biologi Unpad (sejak 1972) - Direktur Lembaga Ekologi Unpad (1972) - Guru Besar Tamu di Universitas California, Berkeley, AS (1980) - Guru besar emeritus Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Kegiatan Lain: - Anggota Board of Directors, International Institute for Environment and -Development, New York dan London (1971-1978) - Anggota Executive Board, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, Swiss (1972-1976) - Anggota Dewan Redaksi Journal of Environmental Conservation Zurich, Swiss - Anggota Dewan Redaksi Journal of Agriculture and Environment, Den Haag, Nederland (1974) - Anggota Commission on Ecology, Swiss (1980) Buku/Karya Tulis: - The Alang-Alang Problem in Indonesia, paper, the Tenth Pacific Science Congress, Honolulu, AS, 1961 - Problems of High School Biology Teaching in Indonesia, Kadarsan Sampoerno & O. Soemarwoto, IUCN Publications, 1968 - Ecological Aspects of Development, Elsevier Publishing Co., Amsterdam - Prinsip Sistim Penafsiran Pengaruh Lingkungan, Bandung, Lembaga Ekologi Unpad (1974) - Environmental Education and Research in Indonesian Universities, Singapore, Maruzen Asia - Jaring-Jaring Kehidupan Mengenai Amdal, Indrapress, 1981 - Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta, Djambatan (1983) - Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama (1991) - Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yogyakarta, UGM Press (2001) Penghargaan: - Bintang Mahaputra Utama (1981) - Satyalencana Kelas I (1982) - Order of the Golden Ark dari Negeri Belanda - Doktor Honoris Causa Wagenin Agricultural University, Belanda (9 Maret 1993) Alamat: Jl. Cimandiri No. 16, Bandung Telp. (022) 4206867- 4206895 Sumber : Ensiklopedi Tokoh Indonesia

Baca Selengkapnya

Diterbitkan 28 Aug 2009

TNKpS Targetkan Lebih 40% Tutupan Karang

pulau pramuka Pulau Pramuka, 10 Agustus 2009 18:58 Puluhan jenis ikan hias berenang-renang di gugusan terumbu karang dekat dermaga Pulau Putri, Kabupaten Kepulauan Seribu. Ikan itu sama sekali tidak takut terhadap orang-orang yang sedang melakukan snorkeling. Bahkan, ikan-ikan yang sering kita jumpai di akuarium itu berani "menciumi" kaki para pe-snorkeling itu. "Ikan-ikan itu tak pernah diganggu manusia. Jadi mereka tidak takut sama sekali pada manusia," kata seorang penjaga pulau yang dijadikan resort dan kawasan wisata bahari itu. Di pantai sekitar Pulau Puteri memang diberlakukan larangan memancing dan menangkap ikan. Banyaknya ikan di Pulau Puteri itu sebanding dengan masih banyaknya terumbu karang di kawasan pantainya, sehingga menjadi tempat yang nyaman untuk berkembang biaknya ikan-ikan. Ilustrasi itu hanya sekadar contoh wilayah yang terumbu karangnya relatif masih baik. Sementara itu, di wilayah lain di Kepulauan Seribu, banyak terumbu karang yang diekspoitasi secara ilegal, sehingga menimbulkan kerusakan. Ini terjadi akibat permintaan pasar terhadap ikan hias dan terumbu karang yang cukup tinggi. Apalagi, didukung kemudahan akses ke Jakarta, yang berjarak tempuh hanya beberapa jam dengan perahu motor. Tindakan ilegal itu dilakukan para pemburu ikan hias dan terumbu karang hidup, yang menjadi kekayaan biota laut di kawasan tersebut. Juga dilakukan oleh penambang pasir dan karang yang kemudian dijual ke perusahaan, untuk reklamasi gosong. Mereka melakukan eksploitasi kekayaan biota laut itu dengan cara-cara merusak. Selain menggunakan bom ikan, mereka juga menggunakan potasium sianida. Akibatnya, kerusakan lingkungan pun tak terhindarkan. Namun hal itu bisa ditekan, setelah pengelola Taman Nasional Kepulauan Seribu melakukan tindakan preventif dan persuasif terhadap para nelayan dan pihak-pihak yang berkentingan, yang sehari-hari menggantungkan diri pada laut sebagai mata pencaharian mereka. Menurut Joko Prihatno, Kepala Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS), pihaknya menghimpun para nelayan ke dalam 26 kelompok nelayan yang membudidayakan karang hias, di bawah bimbingan 26 perusahaan sebagai bapak angkat. Dari ke-26 kelompok nelayan tersebut, yang aktif baru 13 kelompok. Mereka sudah mampu mengekspor karang hias ke luar negeri. "Ini bisa menekan pengambilan karang hidup secara ilegal dari alam," kata Joko, di depan para jurnalis, termasuk Gatra.com, saat melakukan kunjungan lapangan ke Pulau Pramuka, pekan lalu. TNKpS, sebagaimana pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan Seribu, berkedudukan di Pulau Pramuka. Pulau Pramuka (Dok COREMAP II)Pelestarian sumber daya alam kelautan itu sangat penting dilakukan, mengingat Kepulauan Seribu memiliki keanekaragaman jenis terumbu karang, seperti Acropora, Porites, Turbinaria, juga hutan mangrove yang merupakan habitat berbagai jenis biota laut yang dilindungi, seperti penyu sisik dan kima raksasa. Untuk menjaga standar pelestarian karang di wilayahnya, Joko menerapkan sertifikasi yang dilakukan MAC (Marine Aquarium Council), agar budidaya karang hias itu memenuhi kriteria nasional. Yang diaudit badan itu, meliputi penempatan dan penggunaan keramba, rak, budidaya batuan hidup, penggandaan karang, kolam pembesaran, dan fasilitas budidaya. Dari budidaya karang ini, menurut Joko, setiap kelompok nelayan memperoleh Rp 50.000 hingga Rp 4.000.000 per bulan. Setiap kelompok beranggotakan dua sampai 30 orang. Kini, di TNKpS sudah ada 26 kelompok nelayan, yang aktif separuhnya (13 kelompok). "Ini baru dari segi manfaat ekonomi. Untuk manfaat lingkungan, tutupan karang rata-rata meningkat, dari 33,89% tahun 2003, menjadi 38,92% tahun 2005," kata karyawan Departemen Kehutanan ini, kepada jurnalis peserta Seminar Journalist yang digelar COREMAP II itu. Pada 2010, TNKpS menargetkan tutupan karang lebih dari 40 persen, dan pendapatan masyarakat nelayan meningkat menjadi lebih dari Rp 3.000.000 per bulan/nelayan. "Juga meningkatnya penyerapan tenaga kerja dan jumlah kelompok budidaya karang," tambah Joko. Melihat kerasnya upaya yang dilakukan Joko dan timnya, serta keseriusan kelompok masyarakat yang terlibat di dalamnya, tidak mustahil target itu bisa terwujud. Asalkan, semua pihak, termasuk para pelaku bisnis dan pihak-pihak terkait, mampu menjaga kelestarian lingungan TNKpS. Sumber : Gatra

Baca Selengkapnya

Diterbitkan 28 Aug 2009

Perlu Ada Proses Hukum Terkait Pembunuhan Harimau

Harimau Sumatera (Phantera tigris) Ketua DPRD Provinsi Jambi Zoerman Manap menegaskan, perlu ada tindakan hukum terhadap dinas/instansi sehubungan dengan pembunuhan dan pencurian Shela, harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) yang terjadi pada Sabtu (22/8). "Instansi atau dinas yang terkait dengan harimau itu harus diproses hukum, karena kecolongan ini merupakan tanggungjawabnya," katanya ketika ditanya di Jambi, Rabu. Menurut dia, kasus pembunuhan dan pencurian hewan langka dan dilindungi di Kebun Binatang Taman Rima Kota Jambi itu merupakan kesalahan besar, dan telah menjadi perhatian dunia internasional yang merusak citra Jambi. Hilangnya Shela menjadi tanggungjawab instansi yang mengurusinya, hal ini juga menunjukkan lemahnya pengawasan dan kelalaian. Disinggung mengenai tidakl adanya anggaran makanan untuk Shela tidak ada sejak 2004, Zoerman Manap mengaku tidak mengetahui hal itu, namun hal itu tidak boleh dijadikan alasan. Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jambi Hanif Lubis ketika ditanya mengatakan, akan menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada pihak kepolisian. "Saat ini pihak kepolisian sedang melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus pembunuhan dan pencurian harimau Sumatra di Kebun Binatang Taman Rimbo Kota Jambi," katanya. Pelakunya harus bertanggungjawab, phkanya tidak bisa menyalahkan siapa pun, termasuk penjaga, sebab pelaku sangat lincah dan profesional dan dilakukan saat sahur. Ketika ditanya, Hanif Lubis mengatakan, setiap tahun biaya makanan Shela setiap tahun selalu ada, setiap hari harimau itu diberi makan daging sebagai makanan utamanya. "Siapa bilang tidak ada anggaran makan Shella sejak tahun 2004. Itu tidak benar, kalau tidak ada anggaran, bagaimana Shela bisa makan," tambahnya.(*) Sumber : ANTARA

Baca Selengkapnya

Diterbitkan 28 Aug 2009

9 Penyakit Menular dari Satwa Liar

Hepatitis

owajawa200x

Di seluruh dunia diperkirakan 2 milyar manusia telah terinfeksi penyakit hepatitis. Dua juta orang meninggal tiap tahunnya atau tiap menitnya ada 4 orang meninggal akibat kasus penyakit tersebut. Kecepatan penularan penyakit hepatitis 4 kali lebih cepat dari penyakit HIV. Penularan penularan penyakit hepatitis ini melalui aliran darah, plasenta bayi bagi ibu yang mengandung serta cairan tubuh seperti sperma, vagina, dan air liur. Orang yang terkena hepatitis, hatinya akan rusak. Perutnya tampak membesar, muntah, diare dan kulit berwarna kekuningan. Fungsi hati yang menyaring racun telah hancur oleh virus ini, akibatnya kematian mengancam penderita hepatitis. Satwa primata (bangsa kera dan monyet) dapat menularkan penyakit hepatitis melalui gigitan atau cakaran. Hati-hati memelihara primata, karena barangkali primata itu terinveksi hepatitis dan sekali dia menggigit anda maka anda berisiko tertular hepatitis.

Tuberculosa (TBC)

TBC adalah penyakit yang menyebabkan kematian terbesar kedua di Indonesia. Gejala yang ditimbulkan antara lain gangguan pernafasan seperti sesak nafas, batuk sampai berdarah, badan tampak kurus kering dan lemah. Penularan penyakit ini sangat cepat karena ditularkan melalui saluran pernafasan. Selain manusia satwapun dapat terinfeksi dan menularkan penyakit TBC melalui kotorannya. Jika kotoran satwa yang terinveksi itu terhirup oleh manusia maka membuka peluang manusia akan terinveksi juga penyakit TBC. Penyakit Tuberculosis bersifat menahun atau berjalan kronis, sehingga gejala klinisnya baru muncul jika sudah parah. Satwa yang punya potensi besar menularkan penyakit TBC ke manusia adalah primata, misalnya orangutan, owa dan siamang.

Rabies

Penyakit mematikan yang disebabkan oleh virus ini dikenal juga sebagai penyakit anjing gila. Penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat ini dapat ditularkan ke manusia lewat gigitan satwa. Kasus gigitan hewan penyebar rabies adalah anjing (90%), kucing (3%), kera (3%) dan satwa lain (1%). Gejala yang ditimbulkan bila terinfeksi rabies pertama-tama adalah tingkah laku yang abnormal dan sangat sensitif (mudah marah), kelumpuhan dan kekejangan pada anggota gerak. Penderita akan mati karena kesulitan untuk bernafas dan menelan dalam kurun waktu 2-10 hari.

Cacing

Cacingan sering dianggap penyakit yang ringan, padahal penyebab kematian terbesar satwa dipelihara oleh manusia dalam kondisi buruk adalah penyakit ini. Stress dapat meningkatkan jumlah infeksi cacing dalam tubuh. Dengan ukuran yang sangat kecilyaitu 0,01-0,1 mm, sangat memudah bagi parasit menular ke semua satwa termasuk manusia. Diare, badan kurus, kekurangan cairan (dehidrasi), anemia serta badan lemas merupakan gejala awal yang ditimbulkan oleh adanya infeksi cacing. Kejang-kejang pada seluruh anggota gerak, perut membesar dan keras akibat adanya timbunan gas (kembung) merupakan tanda bahwa racun telah menyebar ke seluruh tubuh. Bila tidak segera diobati maka kematian akan menjemput penderitanya. Hampir semua satwa yang berpotensi menularkan penyakit cacingan, misalnya primata, musang, kucing, burung nuri, kakatua, dan lain-lain.

Toxoplasmosis

Penyakit ini ditakuti oleh kaum wanita karena menyebabkan kemandulan atau selalu keguguran bila mengandung. Bayi yang lahir dengan kondisi cacatpun juga dapat di sebabkan oleh penyakit ini. Penyakit Toxoplasmosis disebarkan oleh satwa bangsa kucing, misalnya kucing hutan, harimau atau juga kucing rumahan. Penularan kepada manusia melalui empat cara yaitu: secara tidak sengaja menelan makanan atau minuman yang telah tercemar Toxoplasama, memakan makanan yang berasal dari daging yang mengandung parasit Toxopalsma dan tidak dimasak secara sempurna/setengah matang. Penularan lain adalah infeksi penyakit yang ditularkan melalui placenta bayi dalam kandungan bagi ibu yang mengandung. Cara penularan terakhir adalah melalui transfusi darah.

Psitacosis

Walaupun belum ada laporan tentang kasus penyakit Psittacosis yang diderita oleh manusia tetapi penyakit yang disebarkan oleh burung paruh bengkok (nuri dan kakatua) ini dapat menyebabkan gangguan pernafasan. Penularannya bisa lewat kotoran burung yang kemudian terhirup oleh manusia. Gejala klinik yang ditimbulkan antara lain adalah gangguan pernafasan mulai dari sesak nafas sampai peradangan pada saluran pernafasan, diare, tremor serta kelemahan pada anggota gerak. Kondisi akan semakin parah bila penderita dalam kondisi stress dan makanan yang kekurangan gizi.

Salmonellosis

Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri Salmonella adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Akibatnya penderita akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan oleh bakteri Salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita bahkan yang sedang hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan penyakit salmonella ini antara lain primata, iguana, ular, dan burung.

Leptospirosis

Penyakit yang disebabkan oleh sejenis kuman ini menyerang semua jenis satwa termasuk manusia. Organ tubuh yang paling disukai oleh kuman ini tumbuh subur adalah ginjal dan organ reproduksi. Penularan penyakit berawal dari adanya luka yang terbuka dan terkontaminasi dengan air kencing atau cairan dari organ reproduksi. Bakan makanan atau minuman yang tercemarpun dapat menyebakan infeksi masuk dalam tubuh. Gejala yang mudah diamati bila terinfeksi penyakit ini adalah air kencing berubah menjadi merah karena ginjal penderita mengalami perdarahan. Selain itu kepala akan mengalami sakit yang luar biasa, depresi, badan lemah bahkan wanita hamil juga akan mengalami keguguran. Sampai saat ini belum ada vaksin Leptospira untuk manusia, yang tersedia hanya untuk satwa. Satwa yang bisa menularkan penyakit mengerikan ini adalah anjing, kucing, harimau, tikus, musang, jelarang dan tupai.

Herpes

Adanya pelepuhan kulit di seluruh tubuh merupakan gejala awal yang ditimbulkan bila terinfeksi virus herpes. Virus ini bisa berakibat kematian bagi bangsa primata. Manusia dapat tertular dari gigitan atau cakaran satwa yang mengandung virus tersebut. Penderita penyakit ini akan mengalami dehidrasi akibat pelepuhan kulit dan akhirnya kematian akan menjemputnya. Hati-hati jika memelihara primata seperti monyet, lutung, owa, siamang, orangutan, dan lain-lain. Bisa jadi primata yang anda pelihara itu ternyata menderita herpes!.

Oleh: Drh. Luki Kusuma Wardhani

Sumber : Profauna

Baca Selengkapnya

Diterbitkan 10 Jul 2009

Habitat Owa Jawa Terancam

owajawa200xJumat, 26 Juni 2009 | 21:39 WIB
LEBAK, KOMPAS.com — Habitat owa jawa (Hylobates moloch) atau kera berbulu abu-abu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terancam akibat perusakan hutan oleh manusia. Kepala Seksi Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak Nurly Edlinar, Jumat (26/6), mengatakan, habitat owa jawa di TNGHS sudah mengalami degradasi sehingga mereka terancam kehilangan mata rantai makanan.Makanan primata itu adalah dedaunan, buah-buahan, dan terkadang makan serangga sebagai tambahan protein. Selama ini, populasi owa jawa merasa terganggu, baik dengan adanya pembukaan lahan, maupun penebangan pohon liar oleh masyarakat sekitar TNGHS. Berdasarkan laporan, kerusakan hutan di kawasan TNGHS mencapai 24.550 hektar, di antaranya seluas 8.550 hektar dalam kondisi rusak parah dan harus dihijaukan. "Kerusakan hutan itu tentu berdampak terhadap ekosistem habitat owa jawa," katanya. Menurut dia, owa jawa dalam mencari makan selalu berpindah-pindah secara berkelompok menjelajah dari satu pohon ke pohon lainnya. Secara garis besar, kelompok primata itu menggunakan empat pola lokomotor yakni bergantung, berjalan, memanjat, dan melompat. Hewan itu sering lebih agresif dalam beraktivitas ketika siang hari saat Matahari bersinar terik dan suhu udara panas. Mereka lebih banyak mendiami hutan dataran rendah yang mempunyai tajuk pohon yang rapat sebagai populasi habitatnya. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan binatang itu harus dilakukan pengayaan pohon pakan dan pohon tidur. Pengayaan pohon pakan dan pohon tidur dilakukan di hutan sekunder yang berada dalam kawasan TNGHS dengan cara menanam jenis tumbuhan asli yang biasa digunakan owa jawa. Owa jawa termasuk binatang primata yang dilindungi dan hanya ditemukan di Pulau Jawa bagian barat, di antaranya di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Gunung Pangrango, dan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Sekarang diperkirakan populasi owa jawa terus berkurang karena kerusakan hutan dan perburuan. "Saya berharap masyarakat tidak melakukan penebangan hutan karena banyak ekosistem satwa yang dilindungi," katanya. BNJ Sumber : Ant

Baca Selengkapnya

Diterbitkan 10 Jul 2009

Dari Kakus di Petojo untuk Biogas

mck200xSisa pencernaan dalam tubuh makhluk hidup bukanlah barang menjijikkan yang harus dibuang jauh dari kehidupan. Karena itu adalah satu mata rantai dalam siklus alami yang membuat kehidupan terus berputar, bahkan lebih bernilai. Hal ini sudah lama dibuktikan oleh India dan China—dua negeri terpadat penduduknya di dunia—yang memanfaatkan kotoran manusia dan hewan untuk menghasilkan biogas. Negeri gajah ini tercatat paling awal menggunakan tinja sebagai bahan baku biogas, yaitu 1905.China pun sudah memanfaatkan biogas dalam memenuhi kebutuhan energi masyarakatnya, seperti untuk memasak, lampu penerangan, pembangkit listrik, dan bahan bakar kendaraan bermotor, terutama bus umum. Sekitar 1978, di China telah ada 150 kota yang mendapat aliran listrik dari biogas dengan kapasitas total 1.600 kilowatt. Bagaimana dengan Indonesia —negeri keempat terpadat penduduknya di dunia? Pemanfaatan biogas dari kotoran manusia agaknya masih belum berkembang karena berkembangnya anggapan energi itu ”kotor” sebab bersumber dari unsur yang kotor pula. Dalam kondisi krisis energi dan sulitnya mendapatkan minyak tanah di rumah tangga miskin, pemanfaatan biogas kini perlu mulai dilirik kembali. Kehadiran Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton yang meninjau bantuan USAID dalam membangun sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK) penghasil biogas di Petojo Utara, Jakarta, Kamis (19/2), membuka mata masyarakat perkotaan tentang potensi besar energi terbarukan itu. Proses biogas Jika sampah organik di Jakarta diproses, menurut perkiraan Direktorat Pengembangan Energi Departemen ESDM, dapat menghasilkan bukan hanya biogas, tetapi juga listrik hingga kapasitas 50 megawatt. Cara mengubah sampah biogas itu adalah dengan menampung limbah organik dalam tangki reaktor—seperti tangki septik tetapi kedap udara, disebut digester. Dalam kondisi tanpa oksigen, hanya bakteri anaeroblah yang akan hidup subur dan ”memangsa” zat organik di sekitarnya. Ada tiga kelompok bakteri yang dapat bermukim di situ, yaitu bakteri psikhrofilik, mesofilik, dan thermofilik. Namun, di daerah tropis seperti Indonesia, bakteri yang umumnya tumbuh subur adalah bakteri mesofilik. Proses pelumatan sampah organik, termasuk tinja, oleh bakteri itu memakan waktu 5-60 hari, tergantung kondisinya. Biogas hasil kerja bakteri ini tidak berbau. Kandungan biogas didominasi oleh gas metana yang mencapai 60-70 persen, karbon dioksida 20-25 persen, serta selebihnya hidrogen sulfida dan nitrogen. Pemanfaatan biogas Pemanfaatan biogas sebenarnya telah lama dirintis Departemen ESDM dan BPPT sejak 1979 dan melibatkan berbagai perguruan tinggi. Hingga tahun 1991 telah terpasang sekitar 172 unit digester dengan berbagai kapasitas, 1-10 meter kubik. Unit itu tersebar di 15 provinsi. Lalu sejak 1992 mulai dirintis penggunaan digester tipe komunitas berukuran 20 meter kubik untuk 100 orang. Penerapannya di Rumah Sakit Umum Boyolali dan pesantren di Jombang, Jawa Timur. Setelah itu dikembangkan instalasi untuk industri berkapasitas 40 meter kubik. BPPT bekerja sama dengan Jerman juga telah mengkaji penggunaan sistem reaktor pengolah limbah cair dan padat. Dari 500 sapi dihasilkan 450-500 meter kubik biogas per hari atau 657-735 kWh per hari. Nilai energi biogas ini tergolong lumayan. Satu meter kubik biogas nilainya setara dengan 0,61 liter minyak tanah atau 3,75 kilogram kayu bakar. Daya listrik yang bisa dibangkitkan 4,7 kWh. Pembakarannya sangat sempurna tidak menimbulkan jelat, asap, dan gas pencemar lainnya. Energi dari kotoran manusia ini juga meredam pencemaran bau dan penyebaran penyakit. Sayang, potensi ini belum dioptimalkan. (YUNI IKAWATI) Sumber: cetak.kompas.com , Jumat, 20 Februari 2009 | 00:47 WIB

Baca Selengkapnya